Kecerdasan Emosional
A.
Makna
Kecerdasan Emosional
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal
mutlak dalam emosi. Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi
perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Namun Perasaan
termasuk ke dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
Dalam Oxford English Dictionary, emosi dimaknai sebagai setiap kegiatan
atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan
meluap-luap.
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali
dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University
dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan
kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi
keberhasilan. Salovey dan Mayer (Shapiro, 1998) mendefinisikan
kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai himpunan bagian dari
kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang
melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi
ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
EQ ini kemudian dipopulerkan oleh Daniel Golemen
yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kapasitas untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri maupun dalam berhubungan dengan orang
lain. Menurut Goleman kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan
inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga
keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and
its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
B.
Bentuk-Bentuk
Emosi
1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal
hati
2. Kesedihan :
pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa
3. Rasa takut :
cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang,
ngeri
4. Kenikmatan :
bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
5. Cinta :
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat, kemesraan, kasih
6. Terkejut :
terkesiap, terkejut
7. Jengkel :
hina, jijik, muak, mual, tidak suka
8. Malu :
malu hati, kesal
C.
Aspek-aspek
Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman aspek-aspek
kecerdasan emosional meliputi beberapa kemampuan berikut ini, yaitu:
1. Kesadaran diri
Mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu
saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri,
memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri
yang kuat
2. Pengaturan diri
Mampu menangani emosi agar berdampak positif
terhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapai suatu tujuan dan mampu menetralisir tekanan emosi
3. Motivasi diri
Menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan
bertindak secara efektif dan mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi
4. Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain,
mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan orang lain
5. Keterampilan sosial
Mengendalikan emosi dengan baik ketika berhubungan
dengan orang lain, cermat membaca situasi, berinteraksi dengan lancar, memahami
dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
D.
Ciri-Ciri Emosi Remaja
Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun :
1.
Pada usia ini seorang anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
Sebagian kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam
hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam
menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai seorang dewasa.
2.
Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal
rasa percaya diri.
3.
Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini seringkali terjadi
sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis,
dan kelelahan karena bekerja terlalu keras atau polamakan yang tidak tepat atau
tidur yang tidak cukup.
4.
Seorang remaja
cenderung tidak toleran terhadap orng lain dan membenarkan pendapatnya sendiri
yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
5.
Siswa-siswa di
SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif dan
mungkin menjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu.
Ciri-ciri
emosional remaja berusia 15-18 tahun :
1.
“Pemberontakan” remaja merupakan pernyataan-pernyataan atau ekspresi dari
perubahan universal dari masakanak-kanak ke dewasa.
2.
Karena
bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka. Mereka mungkin mengharap simpati dan nasehat dari orang
tua dan guru.
3.
Siswa pada
usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak diantara
mereka terlalu tinggi menafsirkan kemampuan mereka sendiri dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
1. Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang
sangat ccepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan unu hanya
terbatas pada bagian-bgain tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh
menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat
yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat
menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan
tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat.
Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat
kelaminya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan
seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
2. Keluarga
Goleman (2001) mengemukakan bahwa keluarga
merupakan salah satu tempat untuk kecerdasan emosional. Di dalam keluarga,
seseorang pertama kali diajari bagaimana mengenali perasaan diri sendiri dan
perasaan orang lain. Berawal dari keluarga, seseorang memiliki kemampuan
memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang
dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik.
3. Sekolah
Goleman (2001) mengatakan bahwa sekolah merupakan
sarana pendidikan emosi dan sosial. Sekolah menjadi tempat seseorang belajar
bekerja sama, mengemukakan pendapat, mengembangkan pendirian, menghargai
pendapat orang lain, menyelesaikan pertikaian dengan bernegosiasi tanpa
menimbulkan permasalahan yang pada akhirnya melatih seseorang untuk
mengendalikan emosi sendiri dan menghargai orang lain (Salovey & Sluyter,
1997).
4. Teman sebaya
Melalui pergaulan dengan teman sebaya, seorang
belajar mengembangkan nilai-nilai yang penting untuk memelihara hubungan dengan
orang lain. Sulivan (Shapiro, 1998) menyebutkan bahwa perkembangan kepribadian
seseorang ditentukan oleh jumlah semua hubungan antar pribadinya, baik itu
dengan orang tuanya maupun dengan teman sebayanya. Keberhasilan dalam pergaulan
akan meninggalkan kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi anak. Hal ini akan
membantu anak dalam meningkatkan kemampuan menggunakan keterampilan sosial dan
emosi.
F. Metode belajar yang menunjang
perkembangan emosi
Menurut Elisabeth B. Hurlock
dalam bukunya “Perkembangan Anak Jilid I” (1997: 214) menjelaskan metode
belajar yang menunjang perkembangan emosi sebagai berikut:
1. Belajar secara coba-coba
Anak belajar secara coba untuk
mengekspresikan emosi dalam bentuk
perilaku yang memberikan
pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan
sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan.
2. Belajar dengan cara meniru
Anak-anak bereaksi dengan
emosi dan metode ekspresi yang sama dengan
orang-orang yang diamatinya.
3. Belajar dengan cara
mempersamakan diri
Anak menirukan reaksi
emosional orang lain dan tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan
yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru.
4. Belajar melalui pengkondisian
Dalam metode ini obyek dan
situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian dapat
berhasil dengan cara asosiasi.
5. Pelatihan
Belajar di bawah bimbingan dan
pengawasan terbatas pada aspek reaksi yaitu reaksi yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan. Peran orang tua, guru dan lingkungan sekitar sangat menentukan dalam
proses belajar anak. Mereka harus sabar dan menjadi tauladan bagi anak-anak
mereka. Apabila anak melakukan hal-hal yang positif maka orang tua tidak
segan-segan memberikan pujian.
By Dosen Pengampu : Hendro Widodo, M.Pd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar